Renungan Detektif: Hal-hal Kecil yang Menjelaskan Segalanya


Pernah nonton fim Sherlock Holmes? Film produksi Warner Bros yang dibintangi Robert Downey Jr. ini bagus sekali. Holmes digambarkan sebagai seorang detektif yang sangat memperhatikan detail. “Pada kenyataannya, detail (hal kecil) itulah yang penting dan utama”, Kata Holmes, saat Mary, tunangan dr.Watson, sahabat karibnya, meragukan kisah-kisah detektif yang ada di novel-novel. Mary berkata, “Bagaimana bisa asumsi-asumsi besar ditarik dari hal-hal sepele?”. Tentu saja Holmes tak terima. Holmes lalu mencoba mendeskripsikan diri Mary secara panjang lebar, seorang wanita yang baru malam itu ditemuinya dari detail-detail seperti cipratan tinta di telinga, atau batu berlian yang menggantung di lehernya. Dari pengamatannya pada hal kecil inilah, dan kepiawaiannya menghubungkan satu detail dengan detail lain, Holmes diceritakan mampu memecahkan kasus-kasus besar yang ditanganinya.

Setiap orang pasti pernah mengalami, saat-saat kita tidak menyantap habis kudap di meja makan. Biasanya akan ada teguran, “Mubazir! Jangan sisakan!” Benar begitu? Meski yang tersisa hanya beberapa butir nasi saja, orang tua kita selalu mengingatkan, terkadang dengan bentakan, “Habiskan!”. Mubazir adalah saudaranya setan, kata mereka, “innal mubaddziriina kaanu ikhwanasy syayathin (QS.17:27)”. Memang demikianlah. Bahkan Rasulullah juga pernah berpesan,

“Apabila salah seorang dari kalian makan, janganlah dia mengusap (membersihkan) tangannya sampai dia menjilatinya atau meminta orang lain untuk menjilatinya, karena sesungguhnya kita tidak mengetahui dimana letaknya berkah.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud)

Sangat boleh jadi berkah itu ada di sebagian kecil, di sebutir nasi yang paling akhir, atau bahkan di sebagian minyak dan bumbu yang menempel di telapak tangan. Melewatkannya, bukankah sebuah kerugian?

Masya Allah. Agama ini memberi tahu kita bahwa banyak hal-hal kecil, namun penting, yang sering terabaikan. Sudah fitrohnya mungkin, kita hanya menaruh perhatian hanya pada hal-hal besar. Orang besar, peristiwa besar, jumlah besar, ukuran besar, keuntungan besar, pahala besar, dosa besar.

Orang tidak tertarik mendiskusikan hal-hal kecil. Ia dinafikan, disepelekan, diremehkan, direndahkan, hampir-hampir dianggap tidak ada. Padahal segala yang besar adalah kumpulan dari yang kecil. Tidak ada yang besar tanpa ada yang kecil.

Kecil dan hampir tak terlihat adalah esensi. Sedangkan ‘besar’ dan tampak seringkali hanyalah ‘fiksi’.

Kita juga tentu ingat dengan hadits ini, “Sesungguhnya Allah menyukai amalan yang kecil dan ringan, namun konsisten dijalankan”. Kira-kira mengapa Allah menyukai yang kecil-kecil (tetapi konsisten)? Hal ini karena konsistensi menunjukkan kebiasaan. Kebiasaan menunjukkan kepribadian. Kepribadian menunjukkan siapa diri kita yang sesungguhnya. Maka sah saja bila ada orang mencukupkan penilaian kadar beragama seseorang dari, ‘Dengan kaki apa kamar mandi ia masuki?’. Berdoakah ia sebelum memasuki masjid? Sudah terpotongkah kuku saat Jum’at telah lewat? Sebelum tidur, sempatkah doa terpanjat? Tidur, ke arah mana ia menghadap? Kala berwudhu, sederas apa air keran ia pancarkan? Di dalam kamarnya, mushaf Qur’an, dimanakah ia letakkan? Bukankah ini semua hal-hal yang sering kita anggap kecil & tersepelekan? Tetapi dari semua hal kecil inilah diri kita yang sesungguhnya terjelaskan.

Ridwan Taufik K

0 komentar:

Post a Comment